ISLAM dan HAM
A) HAM Menurut Konsep Barat
Dalam istilah modern,
yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang
kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana
modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:
- Hak
asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya,
seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
b.
Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai
anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak
berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan
dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda
mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :
- Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak
keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril,
yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2.
Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan
kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
3.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan
terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi
pelayanan negara kepada warganya.
Dapat
dimengerti bahwa pembagian - pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan
negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak
dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan,
dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan
Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan
dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
B) HAM Menurut Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut
pengertian yang umum dikenal.Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya
darahmu, hartamu dan kehormatanmu
haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja
menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban
memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan
sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga
perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara,
melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.
Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak
mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak
ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila
tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah
berfirman:
"Yaitu
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka
menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah
perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
Kesimpulan :
·
Sudah dimiliki sejak sejak dalam kandungan
•
Sesuai dengan nilai universal dan kemanusiaan
•
Tujuannya terarah pada aspek material dan
spiritual
•
Seimbang antara HAM, KAM, TAM
•
Beragama adalah hak yang paling asasi
•
Kewajiban yang paling asasi adalah melaksanakan
ibadah formal
•
Hak dan kewajiban harus dipertanggungjawabkan besok
kepada Allah di hari kiamat
•
Hak dan kewajiban harus menjunjung nilai-nilai kemanusia, keadilan dan
persamaan derajat di hadapan Allah
C)
Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi
manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan
As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain.
Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
1)
Dalam
al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan
kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan
berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya: "Kebenaran
itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia
beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18:
29)
2)
Al-Qur’an
telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat
dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil
dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl, qisth dan
qishas.
3)
Al-Qur’an
mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan
penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia
seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar
dua puluh ayat.
4)
Al-Qur’an
menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan
makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "...
Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara
kamu." (QS. 49: 13)
5)
Pada haji
wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada
lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada
khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda
keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan
mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian
ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw
sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang
berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah
bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu
adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110). Kesimpulan HAM dalam AlQur’an :
·
Memuliakan manusia sebagai ciptaan Allah
•
Persamaan harkat dan martabat
•
Tidak ada paksaan dalam agama
•
Musyawarah sebagai jalan menyelesaikan masalah
•
Mempunyai hak yang sama dalam masyarakat
•
Berhak menyatakan pendapat baik lesan/tulisan
•
Pemberitahuan terlebih dahulu sebelum hukum
dijatuhkan
•
Melindungi privasi
D)
Macam
- Macam HAM
1. Hak-Hak Alamiah
Hak-hak alamiah manusia telah
diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari
unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195).
a.
Hak Hidup
Allah menjamin
kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh
(lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya
hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya,
hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah
kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang
mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
b.
Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan
Pribadi
Kebebasan pribadi adalah
hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan
beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain.
Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah
beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
Untuk menjamin kebebasan
kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok
yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak
beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan
memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai
keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di
biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan
kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan
(gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama
bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada
paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256). Sedangkan dalam masalah
sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka
diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai
undang-undang. Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang
kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka.
Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika
engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil.
Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42).
Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka
mereka boleh mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran
yang asli. Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu
sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah?
Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan
orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7).
c.
Hak Bekerja
Islam tidak hanya
menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan
kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada
makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan
dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga
menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah
pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu
Majah).
2. Hak Hidup
Islam melindungi segala
hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini
adalah :
a.
Hak Pemilikan
Islam menjamin hak
pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan
harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan
jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu
dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa
padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah
Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga
melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu
dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya
jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu
berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang
pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk
kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi
pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang
lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari
kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya
akan lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara
keseluruhan.
b.
Hak Berkeluarga
Allah menjadikan
perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan
para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24:
32). Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah
diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan
keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah
yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi
dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari
istrinya." (QS. 2: 228)
c.
Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan
tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa
serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan
kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari
ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan
adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara
tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya.
Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin,
anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab
menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik
miskin ataupun kaya.
7
Dia berkata: "Demi
Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam
harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam
Al-Kharaj). Umar jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas
Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau
tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena.
Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa
orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah).
Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan
yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw:"Sesungguhnya Allah menghapus dari
ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR.
Ibnu Majah).
Diantara jaminan
keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang
mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim
wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta.
Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman
Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9:
6).
d.
Hak Keadilan
Diantara hak setiap
orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai
dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela
diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah
tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang
dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap
orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan
perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa
muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup.
Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya
dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Termasuk hak setiap
orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak
orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah
kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum
diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan
Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas
nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang
benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga
berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif
diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim
yang mempertahankan hak.
e.
Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya
ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan
saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul
melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling
berpaling muka.
Sabda nabi saw: "Hak
muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit,
mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR.
Bukhari).
f.
Hak Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus
rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan
dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157
dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya
Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR.
Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah
banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri
bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh
Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila
orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan.
Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan
hukum kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk
Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap memberlakukan hukum
meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi
mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara.
Umar pernah berpesan
kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah
manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga
seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah
tidak putus asa atas keadilanmu."
E)
Realisasi
HAM dalam Islam
Islam diturunkan
sebagai pembawa rahmat ke seluruh alam, termasuk kepada kaum perempuan.
Nila-nilai fundamental yang mendasari ajaran Islam seperti perdamaian,
pembebasan, dan egalitarianisme (ajaran bahwa manusia yang berderajat sama
memiliki takdir yang sama pula), termasuk persamaam derajat antara lelaki
dan perempuan banyak tercermin dalam ayat-ayat al-Qur’an; kisah-kisah
tentang peran penting kaum perempuan dizaman Nabi Muhammad SAW. Seperti Siti
Khodijah, Siti Aisyah, dan lain-lain telah banyak ditulis. Begitu pula tentang
sikap beliau yang menghormati kaum perempuan dan memperlakukannya sebagai mitra
dalam perjuangan.
Namun dalam
kenyataan, dewasa ini dijumpai kesenjangan antara ajaran Islam yang mulia
tersebut dengan kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari. Khusus tentang
kesederajatan antara lelaki dan perempuan, masih banyak tantangan dijumpai
dalam merealisasikan ajaran ini, bahkan di tengah masyarakat Islam sekalipun.
Kaum perempuan masih tertinggal dalam banyak hal dari mitra lelaki mereka.
Dengan mengkaji data dan mencermati
fakta yang menyangkut kaum perempuan seperti tingkat pendidikan mereka,
derajat kesehatan, partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan, tindak
kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual dan perkosaan, ekspoitasi terhadap
tenaga kerja perempuan, dan sebagainya. Kita dapat menyimpulkan betapa masih
memprihatinkannya status kaum perempuan.
Al-Qur’an tidak
mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan sebagai manusia. Di
hadapan Tuhan, lelaki dan perempuan mempunyai derajat yang sama. Namun
masalahnya terletak pada implementasi atau operasionalisasi ajaran tersebut.
Banyak faktor seperti lingkungan budaya, dan tradisi yang patriarkat, sistem
(termasuk sistem ekoniomi dan politik) suatu sikap dan perilaku individual yang
menentukan status kaum perempuan dan ketimpangan gender tersebut.
Allah SWT
menciptakan alam dan seisinya beraneka ragam termasuk di dalamnya manusia,
lelaki dan perempuan. Di antara semua makhluk-Nya, manusia diciptakan dalam
bentuk yang terbaik (ahsani taqwim) dan dengan kedudukan yang paling
terhormat, sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur’an, Dan telah Kami muliakan
anak Adam, … dan Kami utamakan mereka melebihi sebagian besar dari makhluk yang
Kami ciptakan. (QS. Al-Israa [17]: 70). Ini merupakan perwujudan sifat
kemuliaan manusia (al-karamah al-insaniyyah), yang tercermin pada
kenyataan bahwa manusia memiliki akal, perasaan, dan menerima petunjuk. Dengan
kemuliaan ini, manusia disiapkan untuk menjalankan dua misi sekaligus. Pertama,
manusia adalah hamba (‘abid) yang fungsinya adalah mengabdi kepada-Nya
sebagaimana disebutkan dalam ayat … Dan tiadalah Aku ciptakan manusia dan
jin kecuali untuk menyembah-Ku. Kedua, manusia adalah wakil atau
pelaksana kekuasaan (khalifah) Allah di muka bumi. Untuk fungsi ini
manusia diberi kekuasaan mengelola, mengolah, dan memanfaatkan bumi dan
seisinya.
Peran sebagai
wakil Allah (khalifah) untuk mengelola dunia yang dipercayakan kepada
manusia, baik lelaki maupun perempuan, membawa konsekuensi. Pertama,
manusia secara kodrati akan senantiasa berusaha untuk berkembang, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif sehingga dapat memperoleh manfat yang
sebesar-besarnya dari pengelolan mereka terhadap bumi ini. Kedua, ada
perbedaan yang bersifat kodrati antara lelaki dan perempuan karena peran yang
berbeda, dan dengan saling melengkapi anatara lelaki dan perempuan maka terjadi
sinergi untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Ketiga, karena hakikat
kemuliaan manusia (al-karamah al-insaniyyah) dan karena mengemban misi
sebagai khalifah di bumi, maka ada serangkaian hak asasi yang menjadi
hak manusia, yang integral dan inheren serta tidak terpisahkan dari kemanusiaan
itu sendiri. Keempat, bagi perempuan, karena mereka mengemban
peran-peran tertentu, maka selain memiliki hak asasi secara umum yang berlaku
bagi lelaki dan perempuan, merka juga memiliki hak-hak khusus yang memungkinkan
terlaksananya peran yang dipercayakan kepadanya.
Tentang
penciptaan lelaki dan perempuan itu sendiri, al-Qur’an mengatakan
bahwa salah satu kebesaran Allah adalah diciptakannya manusia berpasangan,
lelaki dan perempuan.
Dan di antara ayat-ayat-Nya
yang menandai kekuasan-Nya ialah bahwa Dia menciptakan dari jenismu sendiri
pasangan (istri-istri) supaya kalian dapat hidup tenang tentram bersamanya dan
diciptakan-Nya antara kalian (suami-istri) cinta dan kasih sayang. Sungguh yang
demikian itu adalah petunjuk bagi kaum yang menggunakan pikirannnya (QS. Al-Rum [30] 21).
Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu nafs,
dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya lahir menyebarlah
banyak lelaki dan perempuan (QS. Al-Nisa [4]: 1).
Hai umat
manusia, sungguh telah Kami jadikan kamu dari lelaki dan perempuan, dan Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal (QS. Al-Hujurat [49]: 13)
Dari ayat-ayat
tersebut, jelaslah bahwa lelaki dan perempuan diciptakan dengan maksud agar
mereka hidup tenang dan tenteram, agar saling mencintai dan mengasihi, agar
lahir dan menyebar banyak lelaki dan perempuan, dan agar saling mengenal.
Ayat-ayat tesebut mangindikasikan hubungan yang resipokal atau timbal balik
antara lelaki dan perempuan. Tidak satu pun yang mengindikasikan adanya
superioritas suatu jenis atas jenis lainnya.
Kesenjangan
antara ajaran islam dengan kenyataan memang sangat besar. Karena pandangan syari’at
sudah menjadi patokan tunggal semenjak berabad-abad lamanya. Tidak seperti
zaman abad pertama hingga keempat Islam, ketika syari’at diletakkan
dalam imbangan yang pas dengan tauhid. Sekarang tauhid tidak berfungsi. Tauhid
saja akan susah tanpa syari’at. Terlalu berat pada syari’at
akibatnya cara penanganan hubungan antar manusia dalam islam sangat normatif,
termasuk masalah kedudukan perempuan. Pendekatannya harus di buat tidak terlalu
berat pada satu sisi.
Upaya mengubah
pandangan masyarakat, khususnya kaum laki-laki terhadap perempuan, ada yang
bersifat radikal (revolusioner), ada pula yang bersifat evolusioner (evolutif).
Perubahan evolutif ditempuh dengan membuat counter discourses,
misalnya dengan melakukan latihan-latihan atau forum analisis gender
dikalangan ibu-ibu atau bapak sebagai penyadaran praktis. Penyadaran tadi
diharapkan akan mendesakkan perubahan pada tatanan institusi dan pada level
kehidupan masyarakat.
Upaya penyadaran
ini dimaksudkan untuk mengubah persepsi yang nanti akan mengarah pada perubahan
institusi. Pendekatan revolusioner dilakukan oleh satu atau dua orang yang
sudah sadar, kemudian memaksa perubahan institusi. Dari situ kemudian
diharapkan adanya perubahan kesadaran secara masif, penyadaran evolutif
ditempuh dengan meninjau kembali ajaran-ajaran yang diskriminatif dan
membelenggu perempuan dalam konteks sejarah, sehingga bisa ditempatkan secara
proporsional dan benar. Sebab sebenarnya ajaran agama membawa misi pembebasan.
Kesimpulan:
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai
dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi,
tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas
HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh
perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan
oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan
diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
pengadilan HAM.
SUMBER :
·
Acarya, A.A.
1991. Neo-Humanist Education. Jakarta: Persatuan Ananda Marga Indonesia.
·
Dr. Heru Nugroho. Jurnal Dinamika HAM, Universitas Surabaya, Pustaka
Pelajar 2001.
0 komentar:
Posting Komentar